Pertandingan sepakbola tak akan seru dan ramai tanpa hadirnya penonton atau kelompok supporter yang mendukung klub yang bertanding. Seperti di Indonesia, yang kebanyakan supporter itu kreatif dan menarik untuk dilihat. Tapi, menjadi tidak menarik dan tidak pantas lebih tepatnya, ketika ada sebagian kecil maupun besar dari penonton maupun kelompok supporter yang ‘bertingkah ‘.
Tentunya bagi pecinta sepakbola Indonesia tahu maksud dari ‘tingkah’ (lebih tepatnya) oknum supporter saat pertandingan sepakbola. Anehnya, justru ‘ulah dan tingkah’ mereka sudah menjadi hal yang biasa dan wajar, sungguh benar-benar salah kaprah. Kapankah penonton dan supporter sepakbola di Indonesia bisa benar-benar dewasa?
Lagi-lagi saya menulis soal supporter sepakbola di Indonesia, bukan karena saya tak suka, tapi justru karena kepedulianku terhadap supporter-suporter dan sepakbola Indonesia. Tulisan ini berdasarkan penglihatan dan pengamatan serta pengalaman saya sebagai seorang yang amat cinta terhadap sepakbola Indonesia.
Masalah penonton maupun suporter sepakbola, sebenarnya akhir-akhir ini lebih baik dibandingkan beberapa tahun ke belakang, entah itu rusuh, tawur, bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Semoga tidak terjadi lagi dan memang tidak boleh terjadi. Tapi masih saja dijumpai ‘ulah’ beberapa oknum yang bisa dibilang tidak sportif dan belum dewasa. Bukankah kita ke stadion untuk menonton dan mendukung klub yang bertanding, bukan menonton ulah penonton atau supporter yang saling ejek apalagi saling pukul.
Bicara masalah sportif dan kedewasaan seorang penonton/supporter, sebenarnya sampai batas mana seorang penonton/supporter bisa dikatakan sudah sportif maupun sudah dewasa? Lagi-lagi ini berdasarkan pengamatan dan pengalaman saya yang sudah-sudah serta sejauh yang saya tahu tentang bagaimana menjadi penonton/supporter yang sportif dan dewasa.
Berkelahi, tawur, rusuh, dan yang berbau anarkis tentunya bukanlah tindakan yang sportif dan dewasa sebagai penonton/supporter sepakbola. Meski sudah jarang (atau memang kurang terekspos dank arena saya tidak tahu saja?), tapi bukan berarti hal ini tidak bisa terjadi kembali, sebelum penonton/supporter bisa merubah dirinya ke arah yang lebih baik.
Justru yang sekarang sering dan masih dilakukan adalah ejekan dan lemparan botol baik kepada supporter tim lawan, ofisial tim, pelatih, pemain, maupun wasit dan asistennya. Ejekan kepada klub dan supporternya yang mereka rasa menjadi musuhnya, ejekan kepada wasit ketika wasit yang memimpin pertandingan mereka rasa tidak adil kepada klub yang didukungnya yang disertai dengan lemparan botol dan lainnya yang bisa dilempar. Yang dikhawatirkan adalah ketika ejekan-ejekan itu menjurus ke arah rasisme.
Yang menarik adalah seolah klub yang didukungnya harus selalu benar. Dan ketika wasit meniup peluit tanda salah seorang pemain klub yang didukungnya melakukan pelanggaran, atau ketika pemain klub yang didukungnya dilanggar pemain lawan tetapi wasit tidak menganggap pelanggaran, atau sesuatu insiden yang wasit seolah tidak memihak kepada klub yang mereka dukung, maka serentaklah ucapan kata-kata tak pantas keluar dari mulut-mulut mereka dan sesekali disertai lemparan barang-barang yang bisa dilempar.
Bagi saya, tindakan seperti itu sungguh tindakan yang tidak menghargai wasit sebagai pemimpin pertandingan. Saya rasa sekarang wasit-wasit di Indonesia sudah lebih baik dibandingkan beberapa tahun yang lalu. Tapi bukan berarti mereka (wasit) tak lagi melakukan kekeliruan, bukankah wasit-wasit internasional juga pernah melakukan kekeliruan dan kesalahan, bahkan di turnamen se-akbar Piala Dunia sekalipun.
Terlebih ketika klub yang didukungnya kalah di kandang dan wasit menjadi kambing hitam kekalahan itu. Saya bisa jamin. Masih ada beberapa oknum yang memprovokasi entah itu bertindak anarkis atau yang lainnya. Sungguh bukanlah tindakan yang sportif dan dewasa.
Sportif dan dewasa adalah ketika kita bisa menghargai wasit dan asistennya yang memimpin jalannya pertandingan, ketika kita bisa menerima dan mengakui kekalahan klub yang kita dukung dan kemenangan klub lawan. Sportif dan dewasa juga adalah ketika kita bisa menghargai klub lawan yang kalah dari klub yang kita dukung, bukan malah diejek dan sebagainya.
Dan ketika semua supporter sepakbola di Indonesia bisa menjadi satu saudara, bukan terpecah belah karena mungkin masa lalu yang membuat antara supporter yang satu bermusuhan dengan yang lain sampai sekarang. Sudah saatnya kita berubah, demi kita sendiri, dan juga demi sepakbola Indonesia.
Bukankah kita ingin sepakbola maju? Mulailah dari diri kita sendiri, sudahkah kita sportif dan dewasa menjadi seorang penonton/supporter sepakbola?
Selengkapnya...