Beberapa hari belakangan ini, tepatnya hari Senin (20/09) dan Rabu (22/09) kemarin, aku ke Stadion Manahan, Solo untuk menyaksikan turnamen AFF U-16 Championship yang mempertandingkan 4 negara, yaitu Indonesia (tuan rumah), Vietnam, China PR, dan Timor Leste. Tentunya aku ke stadion untuk menonton para Garuda Muda berlaga, Indonesia pasti! Sebagai warga negara Indonesia tentunya ‘bangga’ ketika bisa menyaksikan timnas bertanding dan bisa meraih juara, terlebih sebagai ‘pecinta’ sepakbola. Tapi yang bakal aku bahas di sini bukan tentang hasil turnamen ini, melainkan mengenai ‘ulah’ suporter sepakbola, khususnya di Indonesia.
Di hari pertama, Senin (20/09), kebetulan timnas Indonesia U-16 bertanding melawan Timor Leste. Kebetulan juga pendukung dari timnas Timor Leste datang ke stadion meskipun cuma sedikit, mungkin tak mencapai seratus. Berbeda bila dibandingkan pendukung timnas Indonesia yang mencapai ratusan lebih. Awalnya semua berjalan lancar dan baik-baik saja, sampai di babak kedua, entah siapa yang memulai, tiba-tiba dari tribun sebelah utara terjadi keributan. Rupanya ada seorang pendukung yang membawa bendera Timor Leste yang dikejar para pendukung Indonesia. Kejadian ini memicu gesekan antar pendukung meski hanya saling lempar plastik dan botol. Tapi kemudian berhasil diredam oleh aparat keamanan. Coba kalau sampai Indonesia diberi sanksi karena insiden ini, mau sepakbola Indonesia semakin terpuruk? Aku bakal jawab dengan tegas, “ Tidak!”
Di hari kedua, Rabu (22/09), Timnas Indonesia melawan Vietnam. Pada pertandingan ini, tak ada pendukung Vietnam yang datang, mungkin karena jarak yang jauh dan yang main adalah timnas junior. Meskipun begitu, tadinya yang aku kira akan tidak terjadi ‘keributan’ antar suporter, ternyata terjadi. Sayangnya yang berkelahi adalah sesama warga negara Indonesia yang pastinya sedang mendukung Garuda Muda yang bertanding. Usut punya usut, ternyata yang berkelahi adalah penonton dari Semarang (beratribut Panser – Suporter PSIS) dengan penonton yang membawa atribut Jakmania (Suporter Persija). Astaghfirullah, sesama warga negara Indonesia, sesama pecinta sepakbola, kok saling pukul! Kenapa tidak ikut perlombaan tinju saja?
Gesekan antarsuporter! Menarik? Aku rasa tidak dan harusnya tidak boleh lagi terjadi. Memang, fenomena ini sudah menjadi hal yang ‘biasa’ di persepakbolaan Indonesia, yang merah bermusuhan dengan yang hijau, yang hijau bermusuhan dengan yang biru, yang biru pun juga bermusuhan dengan yang kuning, tapi yang merah bersaudara dengan yang biru (hanya ilustrasi). Kenapa bisa begitu? Aku sendiri juga tidak tahu. Bahkan yang berdekatan wilayahnya pun juga kadang bermusuhan. Atau malahan, sesama suporter salah satu klub pun juga kadang berkelahi ketika menonton pertandingan di stadion. Saling lempar botol ke arah wasit, pemain, atau antarsuporter, serta mengejek dengan kata yang tidak sepatutnya juga merupakan ulah suporter yang sering dilakukan. Itu yang pernah aku lihat dengan mata kepala sendiri saat aku menonton pertandingan sepakbola di stadion. Ini menunjukkan bahwa suporter di Indonesia belum bisa ‘dewasa’.
Lalu mau sampai kapan? Katanya ingin sepakbola Indonesia maju! Katanya ingin sepakbola Indonesia profesional! Tapi kenapa hanya bisa ‘menuntut’? Apa dengan ‘menyalahkan’ pengelola sepakbola dan menyuruh mereka ‘mundur’ bisa membuat sepakbola negeri ini benar-benar maju dan profesional? Apakah yang namanya maju dan profesional itu ‘memperbolehkan’ adanya perkelahian, tawuran, dan ejekan yang mengarah kepada rasisme, serta ulah lainnya yang tidak patut dan tak sportif? Ayolah! Aku yakin kita bisa berubah! Aku yakin sepakbola Indonesia akan maju, profesional, dan berprestasi! Tapi setidaknya, marilah kita terlebih dahulu merubah sikap kita sebagai suporter sepakbola. Hargai keputusan wasit, terima kekalahan, dan janganlah karena menang kita mengejek suporter klub lawan!
Kita boleh berbeda suku dan warna klub yang kita dukung, tapi ingat kita itu SATU, dan kita itu SAUDARA!
Damai Suporter Indonesia, Demi Sepakbola Indonesia!
0 comments:
Post a Comment